Makassar — Lembaga Investigasi Negara (LIN) kembali menunjukkan taringnya. Melalui Sekretaris Jenderal LIN, laporan resmi telah dilayangkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Agung (MA), dan Kejaksaan atas dugaan serius penyalahgunaan aset negara, pelanggaran putusan pengadilan, hingga indikasi korupsi terkait proyek pembangunan bernilai Rp 11,89 miliar yang diduga “proyek siluman” Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Lahan Bukan Milik Pemprov, Putusan Pengadilan Menguatkan
Berdasarkan hasil investigasi lapangan, tim LIN menemukan fakta bahwa lahan yang kini berdiri Kantor Brigade Siaga Bencana, yang sebelumnya merupakan Kantor Dinas Perhubungan/DLLAJR, bukanlah aset Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Lahan tersebut sah milik ahli waris Alm. Batjo Bin Djumaleng (H. Achmad Dg. Sikki dkk) dan hal itu diperkuat oleh serangkaian putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yakni:
- Putusan PN Makassar No. 427/Pdt.G/2019/PN.Mks (14 Mei 2020)
- Putusan PT Makassar No. 273/Pdt/2020/PT.Mks (29 September 2020)
- Putusan MA RI No. 902 PK/Pdt/2021 (13 Desember 2021)
- Penetapan Aanmaning No. 01 Eks/2021
- Penetapan Eksekusi PN Makassar No. 01 EKS/2021
- Berita Acara Konstatering Eksekusi (24 September 2025)
Dengan rangkaian putusan tersebut, objek lahan seluas 6.600 m² di Jalan Urip Sumoharjo No. 50, Makassar, telah dinyatakan sebagai objek eksekusi PN Makassar.
Pemprov Diduga Menghalangi Eksekusi
Namun, menurut temuan LIN, hingga kini Pemprov Sulawesi Selatan tidak mengindahkan perintah pengosongan yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Negeri Makassar. Justru sebaliknya, Pemprov disebut melakukan berbagai cara untuk menghalang-halangi proses eksekusi, sebuah tindakan yang berpotensi melanggar hukum.
Munculnya Proyek Siluman Rp 11,8 Miliar
Lebih mengejutkan, di atas lahan yang bukan milik Pemprov tersebut, ditemukan adanya kegiatan pembangunan proyek Ruang Praktik Teknik Kendaraan oleh Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan dengan anggaran:
Rp 11.892.315.791
(sebelas miliar delapan ratus sembilan puluh dua juta tiga ratus lima belas ribu tujuh ratus sembilan puluh satu rupiah)
LIN menyebut proyek tersebut tidak memiliki kejelasan, bahkan mengindikasikan adanya praktik proyek siluman yang berpotensi merugikan keuangan negara.
LANGKAH HUKUM: LIN Minta KPK Turun Tangan
Untuk mencegah kerugian negara, LIN meminta KPK:
- Melakukan penyelidikan hukum atas dugaan kerugian negara terkait proyek Rp 11,89 miliar tersebut.
- Membentuk tim pencari fakta untuk menyelidiki proses pembangunan proyek.
- Memanggil dan memeriksa Gubernur Sulsel, BKAD Provinsi Sulsel, dan Dinas Pendidikan Sulsel.
- Menindak tegas siapa pun yang diduga terlibat sesuai peraturan perundang-undangan.
PASAL PIDANA YANG DIDUGA DILANGGAR
1. Pasal Penghalangan Eksekusi Putusan Pengadilan
Tindakan menghalang-halangi proses eksekusi berpotensi melanggar:
Pasal 216 KUHP
Barang siapa dengan sengaja tidak menaati perintah atau permintaan pejabat yang menjalankan tugas, dapat dipidana hingga 4 bulan 2 minggu.
Pasal 210 KUHP
(Terkait pemberian keterangan palsu atas objek perkara)
Pasal 421 KUHP
Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat yang memaksa atau menghalangi suatu tindakan yang menurut undang-undang harus dilakukan.
2. Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Rp 11,89 Miliar
Dugaan proyek siluman dapat dikenakan:
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor
Setiap orang yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang merugikan keuangan negara dipidana 4–20 tahun, denda Rp 200 juta – Rp 1 miliar.
Pasal 3 UU Tipikor
Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara, ancaman pidana 1–20 tahun.
Pasal 12 huruf e dan f UU Tipikor
Penyalahgunaan jabatan untuk memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain.
Pasal 55 Ayat (1) KUHP
Penyertaan atau keterlibatan pihak lain.
KESIMPULAN
Dengan temuan adanya:
- Pengabaian putusan pengadilan
- Penghalangan eksekusi
- Dugaan proyek siluman Rp 11,8 miliar
- Potensi kerugian negara
LIN menilai kasus ini serius dan harus ditangani segera oleh KPK. Tindakan Pemprov yang terus melakukan aktivitas di atas lahan yang bukan miliknya dianggap sebagai bentuk pembangkangan hukum yang tidak bisa ditoleransi.












